Thursday, December 12, 2013

Dua Tangan yang Bekerja Keras



Tubuh kurusnya tergolek tak berdaya. Kulit tipis membalut tulangnya yang terlihat mata. Dia adalah wanita yang cerdas dan tegar, tapi akhirnya dia harus beristirahat karena sakit.

Dia dirawat di rumah sakit swasta yang mahal, tapi inilah rumah sakit yang paling dekat dengan rumahnya. Jadi anak-anak dan cucunya bisa menjenguk atau menunggunya sembari mengerjarkan pekerjaan mereka sehari-hari.
Di usia tua, dia masih bekerja dan memiliki penghasilan. Penghasilannya cukup untuk biaya hidupnya. Dia pasti ditolak untruk ikut Jamkesnas karena dianggap mampu, namun yang membuat saya mengernyitkan dahi saya tahu biaya dokter dan rumah sakit swasta ini pasti tidak terjangkau olehnya. Besar penghasilannya masih terlampau jauh dengan biaya rumah sakit yang telah melambung tinggi.
Sejak muda, lebih keras dari suaminya, dia membanting tulang. Membuka toko accumobil dan motor, tidak sungkan bergaul dengan pegawainya yang semua laki-laki. Menerima paket dan membuat permen. Dia tidak pernah menerima uang yang cukup dari suaminya. Meski begitu dia tidak menyesali karena suaminya cukup baik, tidak pernah menyeleweng meski kadang tidak sabaran.
Dia akrab dengan siapa saja. Ayahnya keturuan Cina, ibunya pribumi yang bergelar Hajjah.
Dia mudah bergaul karena keramahan dan kebaikan hatinya. Dia senang menolong orang lain. Dia gemar memasak, termasuk membuat permen tradisional. Resep permen ini didapat dari sepasang suami istri yang tidak memiliki keturuan. Waktu muda dia merawat sepasang suami istri ini yang sudah sakit-sakitan. Suami istri yang juga tetangganya ini mewariskan resep permen kepadanya. “Bisa untuk menambah penghasilan,” kata mereka. Permen tradisional buatannya digemari banyak orang. Bahkan sudah dikirim ke luar kota juga.
Jarang dia menolak memberi bantuan kepada teman-teman yang membutuhkan bantuannya. Apalagi permintaan cucu-cucu yang disayanginya. Dia berusaha memenuhi permintaan mereka. Karena itu semua orang menyayanginya.
Dia memiliki dua anak perempuan. Anaknya yang bungsu sering sakit-sakitan karena tubuhnya memang lemah sedari lahir. Dia sukses menjaga anaknya dengan baik. Anak yang pertama dibekali pendidikan keterampilan salon, sehingga bisa membuka salon kecantikan sendiri. Anak yang kedua  lulus akademi akuntansi yang cukup bergengsi.
Malang sebagian besar harta yang telah dikumpulkannya sedikit demi sedikit dijarah sekelompok orang suatu hari di bulam Mei tahun 1998. Penjarahan pada Mei 1998 itu membuatnya takut untuk hidup di jalan besar, akhirnya dia menjual rumah warisan keluarga sebagian dibelikan rumah kecil di pinggiran kota. Dia tidak bisa lagi meneruskan usaha menerima paket ataupun menyetrum accu karena tidak lagi tinggal di jalan utama. Tapi dia masih membuat permen. Seorang menantunya tidak begitu beruntung. Dipecat dari pekerjaan yang cukup mapan sehingga anak bungsunya yang lemah tubuh harus kembali bekerja untuk mencukupi kebutuhan keluarga.
Dia memiliki lima orang cucu, 4 perempuan, satu laki-laki. Dia akrab dan sayang dengan cucu-cucunya. Semua cucunya pun menyayanginya. Dia menabung, ikut arisan demi membantu anak bungsunya membiayai sekolah cucunya. Dia kadang juga ke sekolah berdiskusi dengan guru perkembangan pendidikan cucunya. Dia punya sedikit tabungan, tetapi ini masih terlalu sedikit untuk membantu biaya masuk SMA salah seorang cucunya. Dia heran mengapa biaya pendidikan sekarang begitu mahal. Doa untuk anak-anak, menantu dan cucu-cucunya tidak pernah putus. Barangkali hanya ini yang bisa diperbuatnya sekarang setelah paru-parunya banyak terisi air sehingga sering membuatnya sesak nafas.
Gaya hidupnya selalu sangat sederhana. Kemewahan jauh darinya. Dia tidak suka berada di mall, lebih suka berbelanja di pasar tradisional. Memasak dengan menggunakan arang. Termasuk menggunakan arang untuk membuat permen tradisionalnya. Mungkin dia terlalu banyak menghirup asap masakannya. Karena sakit paru-parunya dia harus banyak beristirahat dan bahkan sering keluar masuk rumah sakit.
Mungkin ini waktunya untuk beristirahat, setelah sekian lama mengabdi untuk keluarga, selama bertahun-tahun. Atau mungkin inilah takdir kehidupan manusia: lahir, menuntut ilmu, bekerja, berkeluarga, mendidik anak-anak, sampai tubuh tidak lagi kuat.
Catatan:
Dengan kisah nyata diatas sebenarnya saya ingin mereportase kisah wanita tangguh yang sukses tanpa terkecuali. Namun kenyataannya apa yang saya tulis adalah tentang seorang adalah wanita tangguh, rajin, cerdas juga, sukses dalam beberapa hal namun tak berdaya menghadapi arus kenaikan inflasi, terutama biaya pendidikan dan biaya kesehatan yang harus dibayarkan. Bekerja dengan rajin dan keras, bisa bertahan hidup namun masih harus mengalami kesulitan dan tantangan dari faktor eksternal. Mungkin kita harus bekerja dengan lebih cerdas lagi, karena ternyata kedua tangan kita yang telah bekerja keras masih tidak cukup.
Tulisan ini saya persembahkan untuk Tante WN yang sedang tergolek sakit radang paru-paru. Ini adalah penggalan kisah nyata hidupnya. Tante, ketangguhan dan kebaikanmu tidak akan sia-sia bagi keluarga dan orang-orang di sekitarmu.
 Sumber : kompasiana.com

Categories: , , , ,

0 comments:

Post a Comment